Jumat, 26 Desember 2025

Anugerah

Kau adalah anugerahku
Aroma tubuhmu adalah parfum terbaikku
Wajah polos mu adalah keindahan yg memulai hariku
Tubuh mungilmu terasa penuh memelukku
Ketulusan cintamu melahirkan energi baru
Binar matamu mencari keberadaanku
Seakan pertanda aku segalanya bagimu
Terima kasih untuk cinta yg utuh
Wahai anakku

Kamis, 25 Desember 2025

Henti mewangi

Mengetuk pintu berkali-kali
merajut kata dalam doa
menggaung samar 

Mungkin salah mengira rumah
Alamat tak menemukan tempat pulang
Hanya terlihat kerangka rapuh
Sejak mula berdiri ternyata hanya sebagai atap
Tak ada dinding yg kokoh menghalau terpaan angin
Menggigil dan gemetar walaupun didalam
Ternyata dibangun hanya tuk melindungi dari panasnya mentari
Bukanlah tujuan dari kehangatan hati 

Katanya 
Hangat yg dicari menghanguskan
Rumah yg dibangun membinasakan
Harapan yg tulus adalah kesalahan 
Cinta yg suci dianggapnya dosa
Kini biarlah belajar keras memadamkan pelita,
bukan karena menginginkan gelap,
tetapi karena cahaya
tak seharusnya tinggal
di tempat yang tak ingin terang.

Serpihan kaca

Sisa Hangat yang Membeku

Aku pernah memungut hatiku
dari lantai yg telah diinjak kotor,
membersihkannya dengan air mata maaf
yang kupaksa suci meski pahit

Kupikir cinta adalah rumah
yang bisa diperbaiki retaknya,
kupikir namaku masih terukir
di dada tempatnya cinta

Namun dirinya berubah menjadi musim dingin, bak salju
yang tinggal di tubuh seorang yg mengatakan selalu ada disampingku
Namun tatapnya seperti jendela tertutup,
tak ada cahaya,
tak ada hati yg bergetar.

Pernah suatu malam ku coba membuka suaraku,
pelan—
menghamparkan rindu seperti kayu rapuh,
meminta dicintai
bukan dengan janji,
hanya dengan kehadiran.

Namun kata-kataku seakan seperti pidato politik yg menggelora.
Keinginanku dicintai dinilai salah musim.
Kepalanya sedang penuh angka,
Berfikir tentang takdir dan hari esok
menjadi badai di benaknya yg menghalangi niat suci

Seolah hatiku dan pintaku adalah gangguan,
dan cintaku adalah kebisingan
di tengah laporan keuangan yang tak kunjung usai.
Seolah luka batinku harus menunggu stabilnya saldo
baru pantas didengar.

Aku duduk di sisinya
namun terasa sejauh dua benua,
kulitku kering tak disentuh,
jiwaku kosong menunggu diisinya kepingan cinta kembali

Gairahnya padam di hadapanku,
seakan aku bukan perempuan
Hanya kenangan usang
yang ingin dirinya tetap lewati tanpa menoleh.

Setiap malam aku bercakap dengan luka,
bertanya:
apakah memaafkan memang harus
dibayar dengan kesepian?

Aku istri yang masih setia,
namun kesetiaan ini
seperti lilin di ruang hampa—
menyala,
menghabiskan diri,
tanpa pernah menghangatkan siapa pun.

Jika dirinya tahu
betapa sakitnya dicintai setengah hati,
betapa perihnya menjadi istri
yang ada namun tidak diinginkan,
mungkin dirinya baru akan mengerti
mengapa diamku kini
lebih nyaring dari seribu tangis.

Ada saat dirinya menyentuhku
Sepertinya bukan karena rindu,
melainkan kewajiban
yang terasa dingin di jemarinya

Tubuhku gemetar seperti daun
yang pernah patah oleh badai,
ingatannya terlalu tajam
untuk pura-pura utuh.
Sentuhan itu tak menetap,
tak mengalir,
jiwaku menutup pintu
sebelum nikmat sempat singgah.

Bukan karena aku tak mau,
melainkan karena lukaku
lebih cepat dari kehendakku.
Tubuh ini belajar menolak
demi bertahan,
meski hatiku remuk
oleh rasa yang tak diinginkan.

Aku hancur—
Belum mati,
melainkan runtuh pelan
di dalam dada.
Namun aku menahan serpihan kaca dalam ikatan janji suci
kupungut satu per satu
dengan doa yang tak pernah berhenti.

Aku masih ingin berdiri,
meski kakiku gemetar.
Aku masih ingin utuh,
meski hatiku retak.
Sebab aku tak ingin luka ini
membuatku jauh dari Rabb-ku

Aku ingin menjadi istri
yang tidak membalas dingin dengan murka,
tidak menjawab luka dengan dosa.
Aku ingin tetap menjadi hamba
yang taat,
meski harus menangis perih
sendirian di hadapan-Nya.

Teguranku
Cinta manusia gagal memelukku,
biar aku berlindung
pada kasih yang tak pernah berpaling.
Di sanalah aku belajar:
bahwa tidak hancur
juga sebuah perjuangan suci.

Nak....

Nak, nikmatilah masa sekolahmu dengan penuh arti
Jangan kau bebankan dirimu dengan segudang tuntutan prestasi
Jadilah anak yg selalu berjuang untuk lebih baik setiap hari
Kalah tak apa nak..tandanya kau masih berjuang dalam medan 'perang'
Kau kalah jika kau berhenti
Kau kalah jika kau bermaksiat 

Di dunia ini tak ada yg menjajikan kau selalu menang
Tak ada yg menjanjikan kau selalu senang
Namun nak
Rabb-Mu menjanjikan ketenangan 
Dan Janji Allah Ta'ala adalah satu hal yg tak akan membuatmu kecewa

Bertakwalah nak
Ingatlah Rabbul 'Alamin dalam setiap hembusan nafasmu
Tatkala kau dalam kebahagiaan ataupun kepayahan 
Tatkala kau dalam keramaian ataupun dalam kesunyian
Itu adalah bekal utama agar kau bisa melanjutkan hidup penuh arti dan mendapatkan kebahagiaan abadi


Hati yang lalai

Taubat tidak bisa dipaksakan namun perbuatan dzholim adalah pilihan...

Tidak berlaku lagi negosiasi, semiliar dollar pun takkan lg berarti 

Orang yg hatinya lalai takkan langsung sadar bahwa kehidupan di akhirat terus mengintai, Nyamannya Rahmat Allah Yang Menutupi Segala aib membuat terlena seakan masih bisa hidup 1.000 tahun lagi

Jika hari ini ruh dalam tubuh dicabut, malam ini akan jadi malam pertama yg dikira hanya sekedar mimpi buruk, dibukalah tabir alam akhirat yg dulu dilalaikannya, berharap bisa bangkit namun kesempatan sdh tertutup rapat, baru tersadar inilah kenyataan..

Tinggallah pertanggung jawaban dan penyesalan tak berarti 

Itulah Kenyataan pahit yg bisa memuntahkan namun harus ditelan kembali bagi org org yang lalai dalam kehidupannya di dunia ini

Ingatlah berkas tuntutannya (org yg terdzolimi) sudah masuk dalam pengadilan terbesar kelak, maka segeralah menuju Rahmat Allah.. karena dipersidanganNya takkan bisa bergeser kaki ini sampai semua hak diselesaikan 

Penyesalan masih sangat berarti tuk memulihkan jiwa yg sakit, maka bersegeralah menuju RahmatNya